Related Posts with Thumbnails

Saturday, June 5, 2010

KEKUATAN HUKUM SURAT WASIAT TERHADAP HAK ANAK PADA HARTA WARISAN ORANG TUA

A. Latar Belakang
Masalah harta warisan merupakan permasalahan yang sangat pelik. Bagi sebagian kalangan persoalan harta warisan ini bahkan bisa menimbulkan peperangan, perpecahan hingga saling fitnah dalam keluarga. Untuk itu perlu pengaturan masalah harta warisan, agar terdapat kepastian hukum bagi orang yang akan membagi harta warisan kepada anak, isteri suami, maupun pewaris yang berhak. Dalam masalah harta peninggalan terkadang seseorang lebih memilih bentuk pembagian harta peninggalannya kepada para ahli warisnya dalam bentuk surat wasiat (testament). Kecenderungan untuk memilih wasiat dalam pembagian harta peninggalan umumnya dipilih untuk menghindari konflik yang berkepanjangan atas harta peninggalan tersebut. Hal ini dapat dipahami karena pada umumnya pewaris tidak ingin harta peninggalannya dinikmati oleh pihak_pihak lain selain ahli warisnya.

Secara praktik, memang lebih mudah melakukan pembagian harta peninggalan yang berdasarkan pada surat wasiat dibandingkan dengan pembagian harta peninggalan berdasarkan pewarisan. Mengingat dalam pewarisan sering timbul suatu perselisihan tentang siapakah ahli warisnya dan siapakah yang berhak memperoleh hak milik atas harta warisan. Wasiat dasar hukumnya adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) beserta berbagai hukum yang terkait, termasuk hukum Islam dan hukum adat sesuai dengan sistem yang dianut. Kekuatan wasiat tergantung apa isinya, karena dalam menerbitkan wasiat tidak bisa semau pemberi wasiat, ada aturan-aturan khususnya, misalnya tidak boleh seluruh harta diwasiatkan melainkan hanya sebagian saja.

Surat wasiat dapat dibuat dalam dua cara yakni dinotariskan atau di bawah tangan. Surat wasiat yang dinotariskan (akta wasiat) akan didaftarkan pada Balai Harta Peninggalan di bawah Departemen Hukum dan Ham. Kekuatan hukum akta wasiat ini tidak dapat dibatalkan secara sepihak melainkan harus melalui putusan pengadilan. Wasiat yang melalui akta wasia lebih menjamin secara hukum, baik bagi yang mengeluarkan wasiat maupun bagi yang menerima wasiat.

Surat wasiat yang dibuat di bawah tangan tentunya cukup ditandatangani oleh si pembuat wasiat dan dilengkapi tandatangan para saksi minimal 2 orang. Secara hukum, surat wasiat dibawah tangan ini tidak memberikan jaminan hukum karena dapat dibalkan secara sepihak Cara ini sudah banyak ditinggalkan mengingat rawan terhadap konflik hukum di kemudian hari.

Dalam surat wasiat, baik yang dibuat oleh notaris maupun di bawah tangan harus menunjuk seseorang atau lebih sebagai pelaksana dari wasiat tersebut. Kepada para pelaksana wasiat, pewaris dapat memberikan penguasaan atas semua barang dari harta peninggalan, atau sebagian tertentu daripadanya. Seperti yang tercantum dalam pasal 1007 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yakni, penguasaan tersebut demi hukum tidak akan berlangsung selama lebih dari satu tahun, terhitung semenjak hari para pelaksana itu sedianya dapat mengambil benda-benda itu dalam kekuasaannya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam juga dibahas mengenai wasiat pada bab V Buku II Hukum Kewarisan. Dalam hukum kewarisan terdapat unsur-unsur yang memungkinkan peralihan harta seseorang, yakni pewaris, harta warisan atau harta peninggalan, dan ahli waris. Yang dimaksud pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dunia, meninggalkan sesuatu untuk keluarganya yang masih hidup. Harta warisan atau harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan pewaris secara hukum dapat beralih kepada ahli waris. Dan yang dimaksud dengan ahli waris adalah orang atau orang-orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi ahli waris, yaitu (1) adanya hubungan darah dan hubungan kekerabatan, dan (2) hubungan perkawinan.

Peraturan-peraturan yang mengatur tentang perpindahan harta kekayaan dari seseorang yang meninggal dunia kepada seseorang atau beberapa orang lain, bersama-sama merupakan hukum waris. Kepindahannya itu sendiri dinamakan pewarisan. Jadi pengertian warisan adalah soal apakah dan bagaimana berbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.Untuk dapat mewarisi maka ahli waris itu ada karena ditunjuk oleh Undang-Undang dan ada yang karena ditunjuk oleh surat wasiat. Yang dapat mewarisi berdasarkan Undang-Undang dibagi atas 4 (empat) golongan, yaitu :
1. anak dan suami/isteri ;
2. adanya pembelahan (kloving) ½ untuk keluarga ibu dan ½-nya untuk keluarga ayah khususnya untuk leluhur ke atas ;
3. saudara kandung dan orang tua ;
4. keluarga dalam garis menyimpang sampai ke 6 (enam), kalau semuanya tidak ada maka akan jatuh pada negara.

Orang yang pertama kali dipanggil oleh Undang-Undang adalah anak dan keturunan selanjutnya serta suami atau isteri dari si mati. Anak-anak mewarisi untuk yang sama besarnya, suami atau isteri mewarisi satu bagian dari anak. Apabila seseorang meninggalakan satu orang anak dan satu orang suami atau isteri, maka masing-masing mereka itu mewarisi karena kematia ½ dari harta peninggalan. Pasal 852 KUHPerdata menjelaskan :“Anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewarisi dari kedua orangtua, kakek, nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu. Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka pewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti”.

Di antara keturunan, orang lebih dekat derajatnya kecuali pelaksanaan aturan pengganti, menyampingkan orang yang lebih jauh derajatnya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka permasalahan yang dikemukakan timbul sebagai berikut :
1) Bagaimana bentuk kekuatan hukum surat wasiat terhadap hak anak pada harta warisan orang tua ?
1) Manakah yang lebih kuat wasiat atau hukum yang berlaku ?
2) Siapakah yang lebih berhak menerima warisan, anak atau suami (pada kasus artis Alm. Suzanna) ?

C. Tujuan Penelitian
Dalam hal untuk mendukung judul dan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis mempunyai beberapa tujuan yang hendak dicapai, yaitu :
1) Untuk mengetahui bentuk kekuatan hukum surat wasiat terhadap hak anak
pada harta warisan orang tua.
2) Untuk mengetahui kekuatan wasiat dan hukum yang berlaku.
3) Untuk mengetahui apakah warisan berhak diberikan kepada anak atau suami saja.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Manfaat Penulis
a. Melatih kemampuan untuk melakukan penelitian secara ilmiah dan merumuskan hasil-hasil penelitian tersebut dalam bentuk lisan.
b. Menerapkan teori-teori yang diperoleh di bangku perkuliahan dan menghubungkannya dengan praktik penulisannya.
c. Untuk lebih memperkaya khazanah ilmu pengetahuan bagi penulis baik di bidang pada umumnya
2) Manfaat Praktis
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri serta seluruh pihak-pihak yang terkait dalam hal ini baik masyarakat, pemerintah dan para penegak hukum, khususnya bagi pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dikaji.

E. Metode Penelitian Hukum
Untuk tercapainya manfaat penulisan sebagaimana yang telah ditetapkan, maka diperlukan suatu metode yang berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan penulisan tersebut agar kebenaran ilmiahnya dapat dipertanggungjawabkan. Metode penelitian tersebut dilakukan melalui :
1) Metode Pendekatan Masalah
Sesuai dengan judul dan sifat penelitian yang dikemukakan di atas, maka pendekatan masalah yang akan digunakan dalam penelitian adalah bersifat yuridis normatif, yakni menekankan pada asas-asa hukum yang berkaitan erat dengan materi muatan suatu peraturan atau perundang-undangan.

2) Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, artinya adalah penulis mencoba menggambarkan objek yang diteliti secara objektif dan dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan dan pendapat para sarjana.

3) Bahan atau Materi Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah dan pemecahan masalah serta pendekatan masalah, maka alat pengumpulan data yang dipergunakandalam penelitian ini adalah studi kepustakaan atau data sekunder.
Data sekunder ini meliputi :
1) Bahan hukum primer
Yaitu bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari berbagai peraturan perundang-undangan yang dapat membantu di dalam penelitian, seperti :
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Kompilasi Hukum Islam
c. Undang-Undang tentang Notaris

2) Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu berupa hasil-hasil penelitian dan buku-buku.’

3) Bahan hukum tersier
Adapun bahan tersier yaitu kamus Bahasa Indonesia.

4) Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode pengumpulan data, sebagai berikut :
Studi Dokumen Yaitu dengan melakukan infetarisasi dan mempelajari buku-buku kepustakaan atau literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti serta pengumpulan data yang mengidentifikasikan semua data sekunder.

5) Metode Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan data
Setelah semua data yang diperoleh, kemudian disusun secara sistematis melalui proses editing yaitu disusun dan dirapikan kembali dengan memilih data yang diperlukan serta tujuan penelitian sehingga didapat suatu kesimpulan akhir secara umum yang nantinya akan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Analisis data
Setelah data diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis dari data yang didapat dengan mengungkapkan atau menggambarkan kenyataan-kenyataan yang dapat diuraikan dalam kalimat-kalimat, dalam rangka menyusun dan menganalisa data itu. Pada penelitian hukum normatif maka pengolahan data yang dilakukan adalah mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis erhadap bahan-bahan hukum tertulis terhadap semua data yangdiperoleh dari hasil penelitian tersebut. Data yang berupa peraturan perundang-undangan dianalisis secara induktif kualitatif.

0 comments:

Post a Comment

 
© Copyright by Perjalanan Hidup  |  Template by Blogspot tutorial